Blogger Widgets

Pendakian Jiwa

(Sufi – Maulana Jalaluddin Rumi, terjemahan dari Reynold A Nicholson – Matsnawi III, 3901)

Aku mati sebagai mineral dan menjadi tumbuhan,
Aku mati sebagai tumbuhan dan muncul sebagai hewan,
Aku mati sebagai hewan dan aku menjadi Insaan.

Mengapa aku mesti takut ?
Bilakah aku menjadi rendah karena kematian ?

Namun sekali lagi aku akan mati sebagai Insaan,
untuk membumbung bersama para malaikat yang direstui;
bahkan dari tingkat Malaikatpun Aku harus wafat:
Segala akan binasa kecuali Allah.

Ketika Jiwa Malaikatku telah kukorbankan,
Aku akan menjadi sesuatu yang tak pernah terperikan oleh pikiran.

Oh, biarkan aku tiada ! Karena Ketiadaan Membisikkan nada dalam telinga,
“Sesungguhnya kepada-Nya-lah kita kembali.”



Ka’bah Qolbu


Muhammad bin Al Fadl 


 “Aku heran pada orang yang mencari Ka’bah-Nya di dunia ini. 
Mengapa mereka tidak berupaya melakukan musyahadat tentang-Nya di dalam Qalbu mereka ?
Tempat suci kadangkala mereka capai dan kadangkala mereka tinggalkan, 
tapi musyahadat bisa mereka nikmati selalu. 
Jika mereka harus mengunjungi batu,
yang dilihat hanya setahun sekali, 
sesungguhnya mereka lebih harus mengunjungi Ka’bah Qalbu, 
dimana Dia bisa dilihat 360 kali sehari semalam.”


Fana’ dan Hulul

(Abu al-Mughits al-Husain bin Manshur bin Muhammad al Baidhawi Al-Hallaj)

Painting Love

Duh,
penganugerah bagi si pemegang karunia,
Terhadap diri-Mu dan diriku begitu aku terpada,
Kau buat begitu dekat diriku dengan-Mu,
sehingga,
Kau adalah aku,
begitu kukira,

Kini dalam wujud diriku menjadi sirna,
Dengan-Mu aku Kau buat menjadi fana
Aku yang kucinta,
Dan yang kucinta Aku pula,
Kami dua jiwa padu jadi Satu,

Dan jika kau lihat aku,
Tampak pula Dia dalam pandanganmu,
Dan jika kau lihat Dia,

Kami, dalam pandanganmu tampak nyata,
Kau antara kalbu dan denyutku,
berlalu,

Bagaikan air mata menetes dari kelopakku,
Bisik-Mu pun tinggal dalam relung hatiku,
Bagai ruh yang hulul dalam tubuh jadi satu,

Maha suci zat yang menyatakan nasut-nya,
Dengan lahut-nya,
yang cerlang seiring bersama,
Lalu dalam mahluk-Nya pun tampak nyata,
Bagai si peminum serta si pemakan tampak sosok-Nya,
Hingga semua mahluk-Nya melihat-Nya,
Bagai bertemunya dua kelopak mata.

Cinta

(Rabi’ah Al Adawiyah)

There is Only one Happiness in Life…

Aku mencintaiMu dengan dua macam cinta, 
Cinta rindu dan cinta karena
Kau memang layak dicintai 

Dengan cinta rindu,
Kusibukkan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu, 
Tiada yang kuingat selain-Mu, Sedangkan, 
cinta karena Kau layak dicintai, 

Di sanalah Kau menyingkap hijabku, 
Agar aku dapat memandang-Mu Namun, 
tak ada Pujian dalam ini dan itu Segala Pujian hanya untuk-Mu dalam ini dan itu.

Teman Makrifat

(Ummul Khair Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyyah Al-Qisiyyah)

Love Poem

Kujadikan Kau teman berbincang dalam kalbu
Tubuhku pun biar berbincang dengan temanku 

Dengan temanku tubuhku berbincang selalu 
Dalam kalbu terpancang selalu Kekasih cintaku

Makrifat

(Jalaluddin Ar Rumi)

Tahukah kalian nama tanpa yang diberi nama
Pernahkan kalian petik mawar dari m-w-r semata 
Kalian beri ia nama, carilah realitas yang diberi nama

Jangan lihat bulan di air,
carilah bulan di langit sana



Andaikan dari nama dan huruf kalian ingin mengatasi
Dari egoisme hendaklah kalian hindarkan diri
Dari semua tabiat jiwa bersihkan diri kalian
Wujud nurani kalian niscaya terlihat

Memang Nabi dalam kalbu kalian niscaya tertampakkan
Tanpa guru dan penuntun pun tidak diperlukan
Dari Dualisme kutukar diri dan kulihat alam hanya satu  
Dari Yang Satu kucari, dengan Yang Satu kutahu  
Kepada Yang Satu kulihat, dan untuk Yang Satu kuseru 
Oleh Piala Cinta kumabuk dan alam pun fana sari pemahamanku 
Menikmati minuman dan berbincang dengan-Nya itulah kesibukanku