Blogger Widgets

Qashidah Burdah

Karya Imam Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri (610-695H / 1213-1296 M). 
Seorang ulama keturunan Berber yang lahir di Dallas,  Maroko. Dibesarkan di Bushir, Mesir Al-Bushiri 



أمنْ تذكر جيرانٍ بذى ســــلمٍ
مزجْتَ دمعا جَرَى من مقلةٍ بـــدمِ
Apakah karena mengingat para kekasih di zikir salam.
Kau campurkan air mata di pipimu dengan darah.


أَمْ هبَّتِ الريحُ مِنْ تلقاءِ كاظمـــةٍ
وأَومض البرق في الظَّلْماءِ من إِضـمِ
Ataukah karena angin berhembus dari arah Kazhimah.
Dan kilat berkilau di lembah dalam gulita malam.


فما لعينيك إن قلت اكْفُفا هَمَتــا
وما لقلبك إن قلت استفق يهــــمِ
Mengapa bila kau tahan air matamu ia tetap basah.
Mengapa bila kau sadarkan hatimu ia tetap gelisah.

       
أيحسب الصبُ أنّ الحب منكتـــمٌ
ما بين منسجم منه ومضْطَّــــــرمِ
Apakah sang kekasih menyembunyikan cintanya.
Diantara air mata yang berlinang dan hati yang bergelora.


لولا الهوى لم ترق دمعاً على طـللٍ
ولا أرقْتَ لذكر البانِ والعَلــــمِ
Jika bukan karena cinta tak kan kautangisi puing rumahnya.
Tak kan kau terjaga menjaga alam raya.


فكيف تنكر حباً بعد ما شــهدتْ
به عليك عدول الدمع والســــقمِ
Dapatkah kau pungkiri cinta, sedang air mata dan derita
Telah bersaksi atas cintamu dengan jujur tanpa dusta.


وأثبت الوجدُ خطَّيْ عبرةٍ وضــنىً
مثل البهار على خديك والعنــــمِ
Kesedihanmu timbulkan dua garis tangis dan kurus lemah.
Bagaikan bunga kuning di kedua pipi dan mawar merah.


نعمْ سرى طيفُ منْ أهوى فأرقـني
والحب يعترض اللذات بالألــــمِ
Memang terlintas dirinya dalam mimpi hingga kuterjaga.
Tak hentinya cinta membelenggu kenikmatan dengan derita.


يا لائمي في الهوى العذري معذرة
مني إليك ولو أنصفت لم تلــــمِ
Maaf ku untuk mu wahai para pencaci gelora cintaku.
Seandainya kau bersikap adil tak kan kau cela aku.


عَدتْكَ حالِيَ لا سِرِّي بمســـــتترٍ
عن الوشاة ولا دائي بمنحســــمِ
Kini kau tahu keadaanku, pendusta pun tahu rahasiaku.
Padahal tidak juga kunjung sembuh penyakitku.


محضْتني النصح لكن لست أســمعهُ
إن المحب عن العذال في صــممِ
Begitu tulus nasihatmu tapi tak kudengar semuanya.
Karena untuk para pencaci, sang pecinta tuli telinganya.


إنى اتهمت نصيحَ الشيب في عذَلٍ
والشيبُ أبعدُ في نصح عن التهــمِ
Aku kira ubanku pun turut mencelaku.
Padahal ubanku pastilah tulus memperingatkanku.